Konten Terbaru:
Home » » KONSEPSI PEMBANGUNAN PERTANIAN JANGKA PANJANG

KONSEPSI PEMBANGUNAN PERTANIAN JANGKA PANJANG

Written By Unknown on Minggu, 05 April 2015 | 5.4.15


Jauh-jauh hari beragam rumusan tantangan pertanian dirumuskan. Diantaranya pembangunan pertanian Indonesia dihadapkan delapan tantangan yang paling mendesak untuk segera ditangani. Pertama, optimalisasi pemanfaatan sumberdaya pertanian. Kedua, peningkatan ketahanan pangan dan penyediaan bahan baku industri. Ketiga, penurunan tingkat pengangguran dan kemiskinan. Keempat, operasionalisasi pembangunan berkelanjutan.Kelima, globalisasi perdagangan dan investasi. Keenam, terbangunnya industri hasil pertanian sampai tingkat desa. Ketujuh, sinkronisasi program pusat dan daerah sejalan era otonomi daerah. Dan kedelapan, penyelenggaraan tata pemerintahan yang baik. Dalam jangka panjang, sasaran yang perlu ditempuh adalah, terwujudnya sistem pertanian industrial yang berdaya saing, mantapnya ketahanan pangan secara mandiri, terciptanya kesempatan kerja penuh bagi masyarakat pertanian dan hapusnya masyarakat petani miskin serta meningkatnya pendapatan petani.
Untuk mencapai sasaran tersebut maka, arah kebijakan yang perlu dilakukan adalah meningkatkan potensi basis produksi dan skala usaha pertanian, mewujudkan sumberdaya insani pertanian yang berkualitas, mewujudkan pemenuhan keutuhan infrastruktur pertanian, mewujudkan sistem inovasi pertanian, mewujudkan sistem pembiayaan pertanian tepat guna, mewujudkan kelembagaan pertanian yang kokoh, menyediakan sistem insentif dan perlindungan bagi petani, mewujudkan pewilayahan pengembangan komoditas unggulan (sentra), menerapkan praktek pertanian yang baik serta mewujudkan pemerintahan yang baik, bersih dan berpihak kepada petani dan pertanian.
Dalam kurun waktu yang sangat panjang, pembangunan pertanian selalu diidentikan dengan kegiatan produksi usaha tani semata yaitu proses budidaya atau agronomi. Kondisi ini menyebabkan kegiatan pertanian lebih berorientasi kepada peningkatan produksi dan citra yang kurang menguntungkan bagi pembangunan sektor pertanian. "Dengan orientasi kepada produksi, Indonesia relatif mampu menyediakan pangan dan bahan baku industri produksi. Namun keberhasilan produksi pertanian tersebut ternyata belum diikuti oleh peningkatan kesejahteraan petaninya.
Paradigma Pembangunan Pertanian
Dalam Strategi Induk Pembangunan Pertanian (SIPP) 2013-2045 yang merupakan kesinambungan dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025 dan Masterplan Percepatan dan Perluasaan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2015 dimana sebelumnya Indonesia belum pernah menyusun rencana atau strategi induk pembangunan jangka panjang pertanian.   
Paradigma Pertanian untuk Pembangunan (Agriculture for Development) menyatakan bahwa pembangunan perekonomian nasional dirancang dan dilaksanakan berdasarkan tahapan pembangunan pertanian dan menjadikan sektor pertanian sebagai motor penggerak pembangunan. Penempatan kedudukan (positioning) sektor pertanian dalam pembangunan nasional merupakan kunci utama keberhasilan mewujudkan Indonesia yang bermartabat, Mandiri, Maju, Adil dan Makmur. Tahapan pencapaian dan peta jalan transformasi structural merupakan landasan untuk menetapkan posisi sektor pertanian dalam pembangunan nasional. Transformasi yang esensial dalam mendesain rencana jangka panjang pembangunan pertanian mencakup: Transformasi Demografi, Transformasi Ekonomi, Transformasi Spasial, Transformasi Institusional, Transformasi tatakelola Pembangunan dan Transformasi Pertanian. Transformasi pertanian merupakan poros penggerakan transformasi pembangunan nasional secara keseluruhan. Dengan paradigm ini, proses transformasi pembangunan nasional dikelola terpadu, sinergis, dan berimbang dengan proses transformasi pertanian.
Paradigma Pertanian untuk Pembangunan menekankan pembangunan pertanian mengemban sepuluh fungsi: pertama, pengembangan sumber daya insani; kedua, ketahanan pangan; ketiga, penguatan ketahanan penghidupan keluarga; keempat, basis (potensial) ketahanan energi (pengembangan bioenergi); kelima, pengentasan kemiskinan dan pemerataan pembangunan; keenam, jasa lingkungan alam; ketujuh, basis (potensial) untuk pengembangan bioindustri; kedelapan, penciptaan iklim kondusif bagi pembangunan; kesembilan, penguatan sumber daya tahan perekonomian (economic resilient); dan kesepuluh, sumber pertumbuhan berkualitas.
Paradigma Pertanian untuk Pembangunan berbeda dari pandangan tradisional yang menilai peranan pertanian hanya dari segi sumbangan langsung pertanian dalam penciptaan lapangan kerja, pertumbuhan ekonomi dan penerimaan devisa yang menurun deiiring dengan kemajuan pembangunan ekonomo sehingga keliru menyimpulkan bahwa pertanian tidak layak dijadikan motor penggerak dan prioritas pembangunan. Perubahan paradigm dan strategi utama pembangunan nasuinal merupakan prasyarat mutlak dalam perumusan SIPP.  
Disana kita dapat membaca tantangan dan peluang yang mencakup pertanian masa datang (termasuk peternakan) bahwa, pertama, perubahan iklim global akan mengurangi secara kapasitas (daya hasil dan stabilitas) produksi pertanian pada tingkat nasional dan global sehingga menjadi ancaman terhadap ketahanan pangan, ketahanan energi dan ketahanan air; kedua, peningkatan kelangkaan ketersediaan dan persaingan pemanfaatan lahan dan air akan menimbulkan kesulitan dalam ekstensifikasi lahan dan air untuk pertanian yang selanjutnya akan mendorong munculnya gerakan land and water grabbing pada tataran global; ketiga, pertumbuhan penduduk dan urbanisasi akan meningkatkan kebutuhhan bahan pangan, air dan energi sehingga tekanan dalam mewujudkan ketahanan pangan, air dan energi semakin berat;
keempat, inovasi IPTEK semakin kompleks dan kepemilikan eksklusif sehingga kemandirian IPTEK menjadi prasarat untuk mewujudkan kedaulatan pertanian; kelima, Industri dan perdagangan sarana dan hasil pertanian global semakin dukuasai oleh sedikit perusahaan multinasional sehingga mengancam eksistensi usaha pertanian skala kecil yang masih dominan di Indonesia; keenam, meningkatnya permintaan terhadap jaminan dan kompleksitas atribut mutu produk telah menyebabkan pengembangan rantai nilai (global) yang transparan dan dapat ditelusuri (traceable) sebagai syarat implementasi akses pasar bagi petani (kecil); dan ketujuh tuntutan desentralisai pemerintahan, partisipasi masyarakat dan reformasi tatakelola pemerintahan dapat menghambat pembangunan pertanian bila tidak dikelola dengan baik.
Disamping memanfaatkan kekuatan internal, kemampuan untuk menjadikan tantangan eskternal menjadi peluang merupakan kunci keberhasilan pembangunan pertanian Indonesia di masa datang. Peluang itu meliputi, pertama, pemanfaatan sumber insani demikian besar dan masih terus bertambah, khususnya dividen demografi, sebagai basis keunggulan kompetitif pertanian Indonesia, termasuk pelaksana penggerak proses produksi (sumber daya manusia) dan pengembangan rantai nilai (modal sosial khas Indonesia); kedua, pemanfaatan keunggulan komparatif Indonesia sebagai negara tropis dan maritim, yang secara alami merupakan kawasan dengan efektifitas dan produktivitas tinggi di dalam pemanenan dan transformasi energi matahari menjadi biomassa feedstock bioindustri, menjadi basis keunggulan kompetitif dalam bioekonomi;
ketiga, pemanfaatan peningkatan permintaan pangan, pakan, bioenergi dan bioproduk ramah lingkungan mengembangkan bioindustri yang menghasilkan produk-produk tersebut secara komplementer; kelima, pemanfaatan kecenderungan baru penghargaan atas jasa lingkungan dan jasa amenity sebagai peluang untuk mengembangkan pertanian agroekologis; keenam, pemanfaatan kemajuan IPTEK global untuk pengembangan inovasi dengan modal dasar lembaga penelitian dan perguruan tinggi yang tersebar luas di seluruh wilayan Indonesia; ketujuh pemanfaatan secara bijak potensi sumberdaya lahan dan air yang masih tersedia cukup besar di Indonesia, khususnya di luar Jawa; dan kedelapan pemanfaatan momentum gerakan desentralisasi pemerintahan, partisipasi masyarakat dan reformasi tatakelola pemerintahan untuk pengembangan sistem politik pertanian yang digerakan oleh dan berorientasi pada petani kecil.
Dari rumusan-rumusan itulah maka paradigma pertanian untuk pembangunan juga harus berubah, bergeser atau mentransformasi diri pada tindakan progresif dan komprehensif, untuk mengurangi ketergantungan pasokan energi (fuels) dan bahan baku industry (feed) dari bahan fosil. Disamping penghasil utama bahan pangan, pertanian juga dituntut untuk menjadi penghasil non-pangan pengganti bahan baku hidrokarbon yang berasal dari fosil bagi industri. Teknologi Reviolusi Hijau yang selama ini menjadi basis pertanian harus ditrasformasi menjadi Revolusi Hayati (biorevolution).
Solusi Untuk Persaingan Pasar
Sebagai bahan, preferensi konsumen dewasa ini telah menuntut atribut produk yang lebi rinci dan lengkap. (1) Bahan pangan aman untuk kesehatan (food safety attributes), seperti kandungan patogen (food bone patogens), kandungan logam berat (heavy metals) dan sebagainya. (2) Bahan makanan mengandung nutrisi yang dapat mendukung kesehatan (nutritional attributes), seperti kandungan lemak (fat content), kandungan serat (fiber), kandungan mineral, asam amino dan lain sebagainya. (3) Kandungan nilai dari bahan makanan (value attributes), seperti kemurnian (purity), komposisi kimia apakah alamiah atau diperkaya (enrichment), ukuran (size), penampilan (appearance), rasa (tastes), dan aspek nilai penyajian (konventence of preparation). (4) Bagaimana pengepakan dilakukan (package attributes), apa materialnya, label dan informasi lainnya.
Sektor pertanian Indonesia dihadapkan pada persaingan pasar yang semakin kompetitif, di tengah dinamika perubahan lingkungan strategis internasional. Ratifikasi  berbagai kesepakatan internasional, memaksa setiap negara membuka segala rintangan perdagangan dan investasi, serta membuka kran ekspor-impor seluas-luasnya. Hal tersebut akan mendorong persaingan pasar yang semakin ketat, sebagai akibat integrasi pasar regional/internasional terhadap pasar domestik.
Praktek perdagangan bebas yang cenderung menghilangkan perlakukan non-tariff barrier telah berdampak besar terhadap sektor pertanian Indonesia, baik di tingkat mikro (usahatani) maupun di tingkat makro (nasional-kebijakan). Di tingkat mikro, liberalisasi perdagangan ini sangat terkait dengan efisiensi, produktivitas dan skala usaha. Sedangkan di tingkat makro, kebijakan pemerintah sangat diperlukan untuk melindungi petani produsen dan masyarakat konsumen. Pada kenyataannya kelompok negara maju lebih berhasil dalam mengamankan petaninya agar tetap bergairah berproduksi. Sementara negara-negara berkembang relatif kurang berhasil memproteksi petani produsen dan masyarakat konsumen.
Tantangan sektor pertanian Indonesia ke depan yang harus dihadapi adalah bagaimana meningkatkan daya saing komoditas pertanian dengan karakteristik yang sesuai keinginan konsumen dan memiliki daya saing yang tinggi, baik di pasar domestik ataupun pasar ekspor. Pengembangan daya saing dan ekspansi pasar komoditas ekspor tradisional harus lebih ditingkatkan, terutama pengembangan produk olahan pertanian. Di samping pengembangan komoditas dan produk pertanian baru yang memiliki permintaan pasar yang tinggi harus segera dirintis dan diwujudkan.
Rendahnya kualitas sumberdaya manusia merupakan kendala yang serius dalam pembangunan pertanian. Mereka yang berpendidikan rendah pada umumnya adalah petani yang tinggal di daerah pedesaan, kondisi ini juga semakin menyulitkan dengan semakin berkurangnya upaya pendampingan dalam bentuk penyuluhan pertanian. Di sisi lain, bagi sebagian besar penduduk pedesaan, sudah kurang tertarik lagi bekerja dan berusaha di sektor pertanian, sehingga mengakibatkan semakin tingginya urbanisasi ke perkotaan.
Kondisi ini hanya dapat ditekan dengan mengembangkan agroindustri pertanian di pedesaan, karena dapat membuka peluang keterlibatan seluruh pelaku, termasuk kelompok penduduk di pedesaan. Kelompok ini sesungguhnya dapat lebih memegang peranan penting dalam seluruh proses produksi usaha tani. Mereka berpeluang menjadi  penyediaan dan distribusi sarana produksi, usaha jasa pelayanan alat dan mesin pertanian, usaha industri pasca panen dan pengolahan produk hasil pertanian, usaha jasa transportasi, pengelolaan lembaga keuangan mikro, sebagai konsultan manajemen agribisnis, serta tenaga pemasaran hasil-hasil produk agroindustri.
Hal ini mengisyaratkan perlunya pembangunan pertanian dilakukan secara komprehensif dan terpadu dengan pengembangan sektor komplemennya (agroindustri, penyediaan kredit, teknologi melalui penyuluhan, dan pasar), sehingga menghasilkan nilai tambah di luar lahan dan upah tenaga fisiknya.
Maksudnya, sektor pertanian ke depan sangat memerlukan suatu strategi kebijakan dan langkah konkrit berupa pemberian insentif pajak, akses permodalan dan informasi bagi pelaku agribisnis yang akan melakukan investasi pada sektor pengolahan dan pemasaran di hilir. Di sinilah esensi peningkatan nilai tambah (added value) komoditas pertanian, perkebunan, peternakan, dan perikanan akan sejalan dengan upaya peningkatan keunggulan kompetitif yang dimaksudkan di atas. Logikanya, investasi di sektor hilir tersebut pasti akan menciptakan lapangan kerja dan menyerap tenaga kerja terampil dan berpendidikan tinggi. Aktivitas ini akan menggairahkan ekonomi pedesaan, tanpa harus bekerja keras membendung arus urbanisasi yang terkadang didominasi tenaga tidak terampil dan berpendidikan rendah.
Strategi utama yang wajib dijalankan pada komoditas bernilai ekonomi tinggi tersebut adalah bagaimana caranya agar petani dan nelayan (skala kecil) juga mampu menerima manfaat ekonomis yang besar agar lebih bergairah dalam meningkatkan produktivitas dan efisiensinya. Di sinilah strategi pemihakan dari pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat madani menjadi sangat mutlak dan tidak dapat ditawar lagi. Ke depan, strategi peningkatan produktivitas dan efisiensi itu wajib dikemangkan melalui aplikasi teknologi baru, yang dihasilkan melalui perjalanan panjang penelitian dan pengembangan (R and D), serta penelitian untuk pengembangan (R for D). Dunia usaha dan sektor swasta Indonesia secara umum perlu secara nyata melaksanakan kemitraaan strategis dengan peguruan tinggi dan pusat-pusat penelitian pangan, yang sebenarnya tersebut di segenap pelosok Indonesia.
Dengan R-and-D dan R-for-D inilah, inovasi baru akan tercipta, sehingga daya saing Indonesia akan meningkat berlipat-lipat. Dunia usaha atau sektor swasta dapat pula untuk menjadi aktor terdepan dalam mengembangkan diversifikasi pangan, terutama yang berbasis pemanfaatan teknologi dan industri pangan. Diversifikasi pangan yang berbasis kearifan dan budaya lokal akan sangat kompatibel dengan strategi pemenuhan kebutuhan gizi yang seimbang sesuai dengan kondisi demografi Indonesia yang plural heterogen. Dalam hal ini, langkah pengembangan teknologi dan industri pangan disesuaikan dengan kandungan sumber daya, kelembagaan dan budaya lokal. © (Tim Sistem Informasi, Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat, 2014)
.

Sumber : Tim Sistem Informasi, Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat 

Share this article :

0 komentar:


Tepung Mocaf

Tepung singkong yang dimodifikasi sehingga berkualitas tinggi...

Untuk Pembelian Tepung Mocaf Hubungi
YULIANA
0271-825266

 
Dipersembahkan oleh Lembaga Penelitian Universitas Jember
Didukung oleh : Universitas Jember | LPDP | BCM
Copyright © 2015. Tepung MOCAF - All Rights Reserved