Konten Terbaru:
Home » » Kerumitan Birokrasi Hambat Tujuan Ketahanan Pangan: Lembaga Pangan Mesti Punya Otoritas Penuh

Kerumitan Birokrasi Hambat Tujuan Ketahanan Pangan: Lembaga Pangan Mesti Punya Otoritas Penuh

Written By Unknown on Selasa, 14 April 2015 | 14.4.15

Foto: Potensi pangan nasional masih tersebar belum dimanfaatkan, salah satunya koro kratok, sumber nabati yang baik di lahan marginal

JAKARTA - Sejumlah kalangan menyatakan lembaga pemerintah yang melaksanakan tugas pemerintah di bidang pangan, seperti amanat Peraturan Pemerintah (PP) No 17/2015, mesti memegang otoritas penuh pangan nasional. Bila ada lembaga pangan nasional yang mengatur semua menteri yang berkaitan dengan pangan, gejolak harga pangan yang terjadi saat ini kemungkinan dapat diatasi, terlebih jika pemerintah terus berpihak pada petani dan konsumen, bukan sebaliknya, memberatkan mereka.
Pakar pertanian UGM Yogyakarta, Azwar Maas, menegaskan hal itu ketika dihubungi, Senin (13/4). Menurut Azwar, Presiden mesti segera merealisasikan lembaga pangan nasional agar koordinasi dan sinergi antara kementerian teknis, pihak terkait, swasta, dan pemangku kepentingan lain termasuk kelompok tani, bisa meningkat. Keberadaan lembaga pangan nasional, selain merupakan amanat undang-undang, juga sebagai wujud keberpihakan pemerintah kepada pertanian.
Ia menegaskan apabila lembaga pangan nasional tersebut gagal dibentuk pada tahun ini, semua janji-janji presiden seperti pembangunan waduk, penambahan lahan pertanian, tidak akan tercapai. Dan malah hanya akan terus menjadi lips service kementerian yang pada rezim kali ini dituntut bisa meyakinkan publik bahwa sedang kerja, kerja, dan kerja.
"Tapi kerja kan ada ukurannya, kalau tidak ada lembaga pangan, ukurannya jadi bisa apologis. Bendungan  tidak jadi dibangun, PU (Kementerian Pekerjaan Umum) salahkan agraria karena tidak bisa menyediakan tanah. Salah-salahan terus adanya," kata Azwar.
Sebelumnya, Anggota Kelompok Kerja Khusus (Pokjasus) Dewan Ketahanan Pangan (DKP), Gunawan, mengemukakan meneken PP No 17/2015 tentang Ketahanan Pangan dan Gizi, Presiden Joko Widodo mesti segera membentuk lembaga pemerintah yang melaksanakan tugas pemerintah di bidang pangan termasuk mengelola cadangan pangan nasional. PP itu juga mewajibkan pemerintah memiliki stok pangan atau beras yang dikelola terpisah dengan stok beras milik Perusahaan Umum (Perum) Badan Urusan Logistik (Bulog).
Setelah jumlah cadangan pangan pemerintah ditetapkan, BUMN di bidang pangan kemudian membeli hasil pertanian dan perkebunan dari masyarakat dengan harga pembelian yang ditetapkan pemerintah.
Selain Pemerintah Pusat, menurut PP itu, cadangan pangan juga dilakukan di tingkat Pemerintah Daerah, mulai dari pemerintah desa, pemerintah kabupaten/kota, sampai pemerintah provinsi. Cadangan pangan pemerintah yang telah melampaui batas waktu simpan dan/atau berpotensi mengalami penurunan mutu, dalam dalam aturan tersebut, bisa dijual, diolah, ditukar, dan dihibahkan.
"Sesuai amanat UU No 18 Tahun 2012 tentang Pangan, pemerintah memang harus segera membentuk lembaga pangan untuk menjalankan tugas pemerintah di bidang pangan, merekomendasikan kepada presiden BUMN apa yang diberi mandat terkait produksi dan distrbusi pangan, dan menjaga cadangan pangan masyarakat dan pemerintah," jelas dia.
Menyinggung profil lembaga pangan itu, Gunawan berpendapat dalam penamaan lembaga pangan ini haruslah mencerminkan 3 fungsi utama yakni menjaga ketahanan pangan, swasembada pangan, dan kedaulatan pangan. Jangan sampai, lembaga ini nantinya bernama Lembaga Ketahanan Pangan Nasional karena hanya mencerminkan satu fungsi. Sementara Lembaga Otorita Pangan, dengan tiga tugas utama tersebut akan merubah secara radikal pengelolaan pangan nasional.
"Misalnya, siapa yang bisa tentukan impor? Kapan impor? Berapa jumlahnya?. Selama ini Kemendag tafsirkan sendiri, nggak ada data valid. Lihat saja di gudang, di petani, numpuk gula produksi petani nasional, tetapi dengan hanya didesak industri makanan, kran impor gula 1 juta ton dibuka," kata Gunawan.

Kesalahan Persepsi
Azwar juga mengharapkan agar rakyat mengetahui bahwa Kementerian Pertanian hanya mengurusi 25 persen dari total semua urusan pangan, sementara  75 persen urusan pangan tersebar di Kementerian Agraria dan Tata Ruang, Kementerian PU, Kehutanan, Perdagangan, dan BUMN. Akibatnya, bangsa ini makin jauh dari cita-cita kedaulatan pangan bahkan makin tergantung pada pangan impor.
Menurut dia, kesalahan cara pandang tersebut membuat rakyat menuntut terlalu banyak pada kementan padahal lembaga negara lain tidak melakukan tugasnya sebagai stakeholder pangan nasional. Contohnya Kemendag yang selama ini terlalu mudah membuka keran impor di saat kementan gencar mempromosikan swadaya pangan.
"Akibatnya pangan kita semakin terancam, tapi rakyat tidak tahu harus mencari tahu dimana masalahnya. Presiden mesti segera bentuk Lembaga Pangan yang memegang otoritas penuh pangan kita," tegas dia.
Azwar menilai pangan merupakan bagian terpenting dalam stuktur perekonomian suatu negara. Karena itu, pemerintah Indonesia harus menaruh perhatian ekstra serta mengaturnya dengan terkoordinasi melalui sebuah Kementerian Koordinator yang dapat memberikan instruksi kepada kementerian terkait.
"Dengan dibentuknya lembaga pangan nasional, nantinya mau tidak mau kementerian terkait akan tunduk dan patuh terhadap perintah yang diberikan. Tidak seperti sekarang, masalah pangan antar-Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan main salah-salahan dan terkesan tidak ada yang mau kalah," katanya
Share this article :

0 komentar:


Tepung Mocaf

Tepung singkong yang dimodifikasi sehingga berkualitas tinggi...

Untuk Pembelian Tepung Mocaf Hubungi
YULIANA
0271-825266

 
Dipersembahkan oleh Lembaga Penelitian Universitas Jember
Didukung oleh : Universitas Jember | LPDP | BCM
Copyright © 2015. Tepung MOCAF - All Rights Reserved