Konten Terbaru:
Home » » Instruksi Makan Singkong

Instruksi Makan Singkong

Written By Unknown on Selasa, 13 Januari 2015 | 13.1.15

OPINI
Jamil Ansari,
Analis Kebijakan Publik

Presiden Jokowi menginstruksikan secara lisan kepada birokrat agar hidangan singkong dihadirkan dalam setiap rapat dinas. Singkong atau ubi goreng dan rebus, keripik singkong atau ubi, serta tape goreng pun hadir dalam hampir setiap rapat instansi pemerintah, baik di pusat maupun daerah. Namun, setelah hidangan seperti itu disajikan selama satu bulan, timbul pro dan kontra. Pasalnya, mengkonsumsi singkong secara terus menerus terasa sangat membosankan.
Instruksi ini pasti bertujuan lebih dari sekadar menyuruh para birokrat memakan singkong. Sayangnya, para birokrat melaksanakan aturan tersebut "tanpa nalar", alias sebatas menunjukkan loyalitas terhadap atasan. Akibatnya, instruksi tersebut memberi penafsiran negatif.
Padahal, kue tradisional kita yang berbahan dasar singkong memiliki banyak ragam, bentuk, rasa, dan aroma. Apalagi, saat ini, dengan kemajuan ilmu tata boga, kue berbahan singkong/ubi semakin bervariasi jenis dan bentuknya, yakni lebih dari 50 macam. Jika semua itu dihidangkan silih berganti, tentu tidak akan menimbulkan rasa bosan.
Bila dilaksanakan dengan tepat, instruksi itu memiliki multiplier effect yang luar biasa. Pertama, birokrat bisa memberikan contoh perilaku hidup sederhana. Sebab, singkong merupakan makanan tradisional yang banyak dikonsumsi orang desa atau orang kampung dengan gaya hidup sederhana, sesuai dengan status sosial dan ekonominya yang rendah.
Kedua, memperluas lapangan kerja informal, khsususnya usaha kecil-mikro atau industri rumah tangga. Sebab, kue tradisional pada umumnya diproduksi oleh ibu-ibu rumah tangga. Berbeda dengan kue yang berbahan baku terigu dan gandum, yang pada umumnya diproduksi oleh pabrik atau pemodal besar.
Ketiga, menyerap lebih banyak hasil panen singkong/ubi dari petani gurem sekaligus menambah penghasilan mereka berkat tingginya permintaan. Umumnya, petani gurem banyak menanam singkong/ubi karena tanaman tersebut mudah ditanam dan bisa tumbuh di mana saja.
Keempat, memanfaatan tanah kritis, tanah telantar, serta tanah cadangan yang belum dimanfaatkan oleh perusahaan dalam bidang perkebunan dan real estate. Tingginya permintaan akan singkong/ubi akan mendorong petani gurem dan/atau buruh tani memanfaatkan tanah-tanah kritis yang ada di sekitar tempat tinggal mereka di wilayah desa, meski upaya tersebut memerlukan sedikit sentuhan teknologi penggemburan tanah.
Selain pemanfaatan tanah kritis, petani gurem dan/atau buruh tani dapat memanfaatkan hak guna usaha dan hak guna bangunan telantar dari tanah-tanah di sekitar tempat tinggal mereka di wilayah desa atau kota. Hal ini juga akan mendorong pemanfaatan tanah cadangan oleh perusahaan perkebunan dan tanah cadangan milik perusahaan real estate yang belum dimanfaatkan oleh manajemen karena menunggu siklus operasional terkait dengan permodalan dan permintaan pasar.
Jadi, instruksi soal singkong bukan semata-mata memaksa birokrat untuk memakan singkong dan ubi. Birokrat, sebagai penggerak manajemen di lembaga pemerintah, baik pusat maupun daerah, diajak memberi contoh cara berperilaku sederhana serta menjadi katalisator guna mencapai kedaulatan pangan nasional sekaligus memupuk rasa cinta terhadap makanan tradisional. *

Sumber Berita: http://koran.tempo.co/
Share this article :

0 komentar:


Tepung Mocaf

Tepung singkong yang dimodifikasi sehingga berkualitas tinggi...

Untuk Pembelian Tepung Mocaf Hubungi
YULIANA
0271-825266

 
Dipersembahkan oleh Lembaga Penelitian Universitas Jember
Didukung oleh : Universitas Jember | LPDP | BCM
Copyright © 2015. Tepung MOCAF - All Rights Reserved