"Kami sering merugi bila menanam sayuran karena ongkos produksinya mahal tapi hasilnya tidak terlalu banyak," kata Sutisna, salah seorang petani di Wado Kabupaten Sumedang, Selasa.
Namun dengan beralih ke palawija, kata dia meski hasil yang didapatkan cukup lama namun biaya perawatan dan pemeliharaan tidak terlalu tinggi atau terjangkau oleh para petani.
Selama bertani petani bisa mengerjakan hal lain untuk menambah penghasilan. Ia memilih menanam singkong, jagung, jahe, kacang tanah dan lain-lain.
"Dari Bertanam palawija relatif lebih lama, namun biayanya tidak terlalu tinggi," kata Sutisna.
Sementara itu penyuluh pertanian Wado, Kamaliah Kuraesin mengatakan meruginya petani sayuran karena harga pestisida yang semakin mahal. Sementara sayuran harus selalu diberi pestisida untuk merawat daun dan batang.
"Biaya produksi tinggi itu karena memang kebutuhan pestisida itu tinggi. Dan harga pestisida memang semakin mahal," kata Kamaliah.
Selain itu, harga jual sayuran sangat fluktuatif. Selisih naik-turun harga penjualan pun besar. Ada kalanya harga mentimun bisa mencapai Rp2.000 per kilogram tapi di lain waktu harganya bisa turun drastis menjadi Rp200 per kilogram.
Penyebabnya menurut dia karena pasokan komoditi yang banyak sehingga harga jual dari petani rendah. Ditambah lagi, petani di Sumedang masih belum secara optimal melihat kebutuhan pasar sehingga mereka menanam komoditas yang sama dan akhirnya melimpah.
Meski banyak yang beralih ke palawija, Kantor Ketahanan Pangan tidak terlalu khawatir. Pasalnya masih banyak yang menanam sayur.
"Tidak di semua wilayah beralih, masih ada yang nanam sayur jadi stok sayur juga masih ada untuk pasar Sumedang," kata Kamaliah menambahkan.***3***
Sumber: http://antarajawabarat.com/lihat/berita/53426/biaya-produksi-mahal-petani-sayuran-beralih-palawija
0 komentar: