Singkong tak lagi dianggap sebagai makanan orang miskin. Adalah Achmad Subagio yang mampu mengubahnya dengan menerapkan teknologi Modified Cassava Flour (Mocaf).
Kata Subagio, teknologi ini mampu ‘menghapus’ hingga 80 persen rasa singkongnya, Jadi ketika makan produk mocaf, misalnya brownies atau cupcake rasanya lebih enak dari tepung terigu.
“Kita juga punya yang namanya mie mojang. Mie itu terbuat cari mocaf dan jagung. Tidak ada terigu sama sekali. Terigu itu makanan dari Barat, jadi bagi orang Indonesia pencernaannya tidak cocok,” klaim Subagio.
Upaya meningkatkan harkat singkong sudah dilakukannya sejak 2004. Awalnya, Subagio mengajak masyarakat di Jember, Jawa Timur, memanfaatkan lahan marjinal untuk mengembangkan singkong.
“Kita manfaatkan mereka untuk tanam singkong dan terlibat dalam proses produksinya. Mulai dari mengupas sampai mengeringkan singkong. Ekonomi mulai bangkit. Sudah punya 65 cluster di seluruh Indonesia.”
Kata Subagio, ada satu desa yang putaran ekonominya mencapai Rp 250 juta per bulan. Penghasilan itu kemudian dibagi-bagi untuk ongkos pengupas dan seterusnya. Dia menambahkan, uang itu tidak lari ke daerah lain, justru dari kota masuk ke desa.
Dia menambahkan, singkong sangat potensial, produksi nasionalnya mencapai 24 juta ton. Singkong kemudian bisa diolah jadi produksi lainnya. Menurutnya, singkong bisa ditanam di mana saja, yang diperlukan hanya pupuk organik dan pengolahan tanah yang baik.
“Dalam kehidupan kita hampir seluruhnya berkaitan dengan singkong, kertas, kosmetik, obat-obatan. Berarti singkong adalah tanaman yang luar biasa dan proses produksinya sangat sederhana. Satu hektar lahan bisa menghasilkan 80 sampai 100 ton,” tambahnya.
Subagio juga sudah membuka pabrik di Solo, yang mampu menghasilkan 1000 ton tepung dari singkong per bulan.
Atas jerih payahnya ini Achmad Subagio meraih penghargaan Kehati Award 2015 untuk kategori Cipta Lestari Kehati.
Sumber berita: www.portalkbr.com
0 komentar: