Achmad Subagio lahir di Kediri tanggal 17 Mei 1969
anak ke-8 dari 10 bersaudara dari veteran pejuang ‘45 yang menjadi petani. Arief
Musni, ayahnya, mendidiknya untuk senantiasa berpikir dan bekerja tidak
setengah-setengah. Setelah lulus dari Universitas Jember dengan predikat IP
tertinggi, tercepat dan termuda tahun 1991, suami dari Lilik Suhartini ini
mengabdikan diri di almamaternya, dan mendapatkan kesempatan untuk belajar di
Osaka Prefecture University (Jepang) hingga lulus S3 tahun 2000.
Setelah kembali ke tanah air, Bagio, begitu biasa
dipanggil, tidak cengeng dengan kondisi laboratorium yang sangat minim
fasilitas. Ia mengubah arah penelitiannya agar lebih membumi dengan
mengembangkan potensi lokal sebagai bahan pangan dan industri. Lebih
dari 20 topik penelitian telah dikerjakan yang
kesemuanya mengarah pada bidang indegenous
potencies for food and industry dengan biaya dari dalam negeri (DIKTI,
MENRISTEK, DEPTAN dan
berbagai industri), maupun luar
negeri (Jepang, Swedia dan Pakistan). Hasil penelitian tersebut telah dipublikasikan pada jurnal
internasional/nasional, dan
dipresentasikan di forum-forum ilmiah internasional/nasional. Bagio
juga sering menulis artikel untuk koran dan majalah populer tentang pangan dan
pertanian.
Setelah
menyelesaikan short course
di Van Hall Instituut, NETHERLANDS, dan di Food Innovation Centre, Sheffield
Hallam University, UNITED KINGDOM (2004), Bagio
memimpikan untuk menjadikan singkong sebagai bahan baku berbagai produk pati
dan turunannya, seperti halnya kentang di Belanda. Akhirnya, ditemukanlah MOCAF
(Modified Cassava Flour)! Produk yang
dulunya bernama MOCAL ini adalah tepung singkong yang telah
dimodifikasi dengan
fermentasi, sehingga dapat mengganti terigu, tapioka, tepung beras dan tepung ketan yang lebih
mahal.
Berpadu dengan talenta-nya sebagai “provokator bisnis
masyarakat”, Bagio mengembangkan sistem produksi yang khas dengan prinsip
klaster di Kabupaten Trenggalek dari tahun 2006, dari pembentukan koperasi,
pembentukan klaster, dan sistem bisnis yang melibatkan jaringan kelompok tani.
Untuk kepentingan fabrikasi modern, Bagio telah mengembangan berbagai prosedur operasional standar (SOP), yaitu SOP
produksi, SOP Kontrol Mutu, SOP Sanitasi dan Penggudangan, dan SOP keselamatan
kerja di pabrik pengolahan MOCAF.
Kehadiran pabrik pengolah MOCAF ini menyebabkan
munculnya berbagai jenis usaha yang juga dibinanya dari bengkel, anyaman bambu,
penjual singkong, transportasi hingga pengolahan kue-kue. Dari hasil survey
tahun 2009, pendirian pabrik pengolahan MOCAF di Kabupaten Trenggalek saja
telah melibatkan 1.322 tenaga kerja dari buruh tani sampai tenaga transportasi.
Saat
ini (2011) telah berdiri pabrik MOCAF di Trenggalek, dan Solo dengan
total produksi mencapai 1.000
ton/bulan.
Sampai saat, pria yang juga aktif pada berbagai
kegiatan sosial ini, tetap berjuang agar MOCAF menjadi salah satu slot pangan
nasional sederajat dengan beras, terigu dan jagung. Dedikasi ini dipersembahkan
untuk mengokohkan ketahanan pangan nasional, sekaligus mensejahterahkan petani
dan masyarakat pedesaan. “Maju terus pantang mundur”, dan “Inovasi tiada henti”
adalah semangatnya. “Maju Terus Pantang Mundur” bermakna luas, mulai niat,
tekad, usaha, bersyukur dan tawakal. “Inovasi tiada henti” terkait dengan
sifat-sifat terus belajar, egaliter, mau mengubah diri, dan tawadhu.
Facebook: https://www.facebook.com/achmad.subagio
Twitter: https://twitter.com/achmad_subagio
0 komentar: