Konten Terbaru:
Home » » Kutu Putih Phenacoccus manihoti, Hama “Impor” Baru pada Tanaman Ubi Kayu

Kutu Putih Phenacoccus manihoti, Hama “Impor” Baru pada Tanaman Ubi Kayu

Written By Unknown on Jumat, 06 Februari 2015 | 6.2.15

Kutu Putih Phenacoccus manihoti, Hama “Impor” Baru pada Tanaman Ubi Kayu
 
Oleh : Fakih Zakaria, SP.
 
 Ubi kayu merupakan salah satu tanaman yang penting di Indonesia, karena komoditas pertanian ini  merupakan bahan pangan urutan ketiga setelah padi dan jagung. Dismaping itu ubi kayu memiliki peran yang banyak. Ubi kayu berfungsi sebagai salah satu tanaman bahan pangan sumber karbohidrat bagi masyarakat Indonesia, bahan pokok industri berbasis pertanian dan bahan baku pakan ternak. Belakangan diketahui bahwa ubi kayu berpotensi menjadi salah satu sumber bio etanol, bahan bakar minyak yang terbarukan.
Tanaman yang memiliki nama ilmiah Manihot utilissima iniberasal dari Amerika Selatan. Saat ini, ubi kayu telah tersebar luas didunia dan sampai di benua Asia, termasuk di Indonesia. Pemanfaatan ubi kayu di Indonesia sebagian besar adalah sebagai bahan pangan (umbi dan daun), bahan baku industri berbasis agribisnis serta sumber bahan bakar terbarukan (bio ethanol). Sejalan dengan laju pertumbuhan penduduk Indonesia dan berkembangnya industri berbasis ubi kayu, permintaan akan ubi kayu terus meningkat. Untuk merespon hal tersebut maka perlu adanya upaya untuk meningkatkan produksi ubi kayu. Selain itu upaya peningkatan produksi ubi kayu juga merupakan upaya untuk mensuskeskan diversifikasi pangan dan mendukung program swasembada pangan dan swasembada berkelanjutan.
Beberapa upaya telah dilakukan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas panen ubi kayu, diantaranya adalah meningkatkan produktivitas, memperluas areal tanam, mengamankan produksi dan menguatkan kelembagaan dan manajemen usaha tani. Namun dalam upaya meningkatkan produktivitas dan produksi ubi kayu terdapat beberapa kendala yang menghambat, salah satu diantaranya adalah adanya serangan organisme penyakit tumbuhan (OPT) ubi kayu.
Organisme pengganggu tumbuhan yang terdiri dari hama dan penyakit tumbuhan memiliki posisi penting dalam menentukan keberhasilan budidaya tanaman, dimana OPT merukapan salah satu faktor pembatas dalam upaya mencapai produksi dan produktivitas yang tinggi. OPT utama pada tanaman  ubi kayu di Indonesia sampai dengan saa tini adalah hama babi, tikus dan tungau. Serangan dari ketiga hama tersebut menyebabkan kerugian hasil tertinggi diantara hama dan penyakit ubi kayu lainnya. Ancaman kegagalan panen ubi kayu tidak hanya berasal dari serangan OPT yang telah ada di Indonesia, namun ancaman juga berasal dari organisme pengganggu tumbuhan karantina (OPTK) dari luar negeri dan belum ditemukan di dalam negeri.
Kutu putih Phenacoccus manihoti
Pada tahun 2010 di daereah Bogor dilaporkan adanya serangan  spesies hama baru yang menyerang tanaman ubi kayu di Indonesia. Hama tersebut adalah kutu putih Phenacoccus manihoti. Hama yang dikenal dunia dengan nama cassava mealybug ini sebelum tahun 2010 belum ditemukan menyerang pada tanaman ubi kayu di Indonesia dan masih berstatus sebagai hama OPTK. Dengan adanya laporan tersebut diketahui bahwa telah terjadi pemasukan spesies OPTK ubi kayu tersebut ke dalam negeri. Kutu putih P. manihoti di hampir semua negara yang telah terinfeksi menunjukkan sifat yang invasif, yaitu hama yang sulit untuk dikendalikan, mampu menimbulkan kerusakan secara ekologi dan menimbulkan permasalahan ekonomi.
Sejarah
Kutu putih saat ini P. manihoti merupakan salah satu hama ubi kayu yang paling merusak. Hama ini mampu menimbulkan kerugian hasil yang besar dan dapat mengakibatkan gagal panen. Kutu putih ubi kayu pertama kali dilaporkan menyerang tanaman ubi kayu pada tahun 1973 di Zaire, dan selanjutnya menyebar dengan cepat di benua Afrika. Serangan P. manihoti pada ubi kayu di Afrika menyebabkan kehilangan hasil panen mencapai 80%. Pada tahun 1980 P. manihoti dinyatakan sebagai hama utama ubi kayu yang mampu menyebabkan kerusakan hingga mencapai 82% dan mengancam keamanan dan ketersediaan pangan warga Afrika. Penyebaran hama P. manihoti terjadi secara cepat dalam jangka waktu yang singkat, hingga pada tahun 2008 keberadaannya telah ditemukan di benua Asia, yaitu di Bangkok, Thailand. Sejak saat itu, penyebaran P.manihoti di negara-negara Asia terus berkembang dengan cepat, mulai dari Kamboja, Laos, Vietnam dan sampai di Indonesia. Kesamaan kondisi geografis dan iklim diduga kuat menjadi faktor yang menyebabkan penyebaran hama P. manihoti terjadi dengan cepat di beberapa negara Asia.
 

 
Gambar 1. Peta sebaran kesesuaian iklim P. manihoti di dunia (parsa, et al 2012)
 
Bioekologi
Secara taksonomi, P. manihoti Matile-Ferrerotermasuk dalam kelas Pseudococcidae, ordo Hemiptera.
    Kingdom: Metazoa
        Phylum: Arthropoda
            Subphylum: Uniramia
                Class: Insecta
                    Order: Hemiptera
                        Suborder: Sternorrhyncha
                            Superfamily: Coccoidea
                                Family: Pseudococcidae
                                    Genus: Phenacoccus
                                        Species: Phenacoccus manihoti
 
P. manihoti bersifat partenogenesis, dengan demikian seekor kutu putih mampu menjadi penyebab outbreak di suatu tempat. Dalam kondisi optimal, seekor P. manihoti dewasa mampu memproduksi 200 – 600 telur yang biasa diletakkan pada permukaan daun bagian bawah. Potensi reproduksi kutu putih lebih tinggi pada tanaman ubi kayu pahit. Induk biasanya akan mati pada 1 – 3 hari setelah bertelur.
Telur berbentuk oval memanjang, panjang badan 0.30-0.75 mm, lebar 0.15-0.30 mm, berwarna kuning keemasan. Kelompok telur dibungkus oleh kantung telur yang mudah melekat pada permukaan benda apapun, termasuk baju petani yang secara tidak langung membantu penyebaran telur P. manihoti. Masa inkubasi telur sekitar 8 hari.
Larva instar I memiliki 6 segmen dengan ukuran panjang 1.00-1.10 mm dengan lebar 0.50-0.65 mm. Instar berikutnya memiliki 9 segmen. Instar IV memiliki panjang tubuh 1.10-2.6 mm dengan lebar 0.50-1.40 mm. Setelah instar IV, hama akan memasuki masa dewasa.
Imago berbentuk oval seperti telur, berwarna putih sampai merah muda, memiliki lapisan tepung lilin, mata relatif menonjol, 3 pasang kaki berkembang dengan baik dan memiliki panjang yang sama. Garis segmen tubuh terlihat dengan jelas. Antena terdiri dari 7 – 9 segmen. Satu siklus hidup P. manihoti mulai telur sampai dewasa memerlukan waktu 33 hari.
Kutu putih P. manihoti tidak mampu terbang untuk berpindah tempat dan akan berada di lahan dengan bertahan pada sisa-sisa bagian tanaman ubi kayu di lahan (daun dan batang). P. manihoti yang bertahan di lahan tersebut akan menjadi sumber infeksi pada pertanaman ubi kayu di musim berikutnya.
 
 
Gambar 2. Imago kutu putih P. manihoti (foto : Parsa).
 
Secara umum P. manihoti merupakan hama yang dominan muncul pada musim kemarau/kering, dapat berkembang dengan optimal pada suhu 28o C, dan tidak berkembang pada suhu dibawah 14o C dan diatas 35oC. Populasi hama berbanding terbalik dengan curah hujan yang ada, semakin rendah curah hujan maka populasi hama semakin tinggi.
 
 
Gambar 3. Kumpulan Imago kutu putih P. manihoti di tangkai daun ubi kayu (foto : Aunu Rauf)
 
Gejala seragan
Serangan hama P. manihoti pada tanaman ubi kayu menyebabkan tanaman kerdil, daun menguning, terdistorsi dan berguguran, bunchy tops, ruas batang memendek dan terdistorsi, serta batang ubi kayu yang dijadikan propagasi menjadi lembek. Gejala bunchy tops mulai muncul pada tanaman terinfeksi yang berumur 8 minggu setelah tanam (MST) dan akan terus berkembang, dan pada 16 MST seluruh populasi ubi kayu akan menunjukkan gejala buncy tops. Serangan yang berat dapat mengakibatkan daun tanaman habis. Kerusakan serangan P. manihoti akan lebih buruk jika terjadi pada musim kemarau dan terjadi di daerah kering.
 
 
Gambar 4. Gejala bunchy tops pada titik tumbuh dan daun muda. (foto :  Aunu Rauf)
 
 
 
Gambar 5. Gejala serangan P. manihoti berupa pemendekan ruas batang dan terdistorsi (foto : dok. Aunu Rauf).
 
Disekitar kutu putih biasanya dapat ditemukan kelompok semut yang tertarik akan embun jelaga yang dikeluarkan oleh kutu putih. Dengan demikian semut dapat digunakan sebagai indikator keberadaan P. manihoti.
 
 
Penyebaran
Penyebaran kutu putih sangat terbantu dengan sifat kantung telur yang mudah menempel pada benda lain, termasuk pada pakaian petani. Kantong telur yang menempel pada baju petani tersebut selanjutnya akan menyebar mengikuti aktivitas petani. Selain itu penyebaran kutu putih dapat melalui bantuan angin, hewan dan bahan tanaman ubi kayu yang didistribusikan antar lahan/daerah. Ditemukannya OPTK ini di Indonesia diduga dikarenakan masuknya bahan tanaman ubi kayu yang mengandung telur atau spesies P. manihoti yang lolos dari pemeriksaan karantina tumbuhan. Pada kasus ini terlihat pentingnya fungsi barier karantina tumbuhan yang melindungi Indonesia dari masuknya OPTK yang belum ada di Indonesia.
P. manihoti di Indonesia
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, P. manihoti  merupakan hama baru tanaman ubi kayu di Indonesia. diperkirakan P. manihoti  masuk ke Indonesia terjadi karena masuknya bagian tanaman ubi kayu yang mengandung P. manihoti  ke dalam wilayan Indonesia tanpa melalui tindakan karantina tumbuhan. Beberapa bagian wilayah Indonesia termasuk dalam daerah yang iklimnya optimal bagi perkembangan P. manihoti,terutama daerah yang relatif kering (Gambar 2). Daerah tersebut antara provinsi Bale, NTB, NTT, sebagian besar pulau Jawa, Sebagian pulau Sulawesi, Papua dan Sumatera.
 
 
Gambar 6. Perkiraan distribusi serangan P. manihoti di Indonesia (Ilustrasi : CIAT).
 
Pengendalian
P. manihoti merupakan hama baru pada tanaman ubi kayu baru di Indonesia, karena adanya pemasukan dari negara lain. Karena hama P. manihoti memiliki sifat yang invasif dan mampu menyebabkan kerugian yang besar pada tanaman ubi kayu, maka diperlukan usaha pengendalian, terutama penyebarannya di dalam negeri. Hal-hal yang dapat dilakukan untuk mengendalikan hama P. manihoti adalah :
  • Pencegahan distribusi bahan tanam/bagian tanaman ubi kayu lintas daerah dan antar pulau di Indonesia, upaya ini digunakan untuk menghambat penyebaran hama di dalam negeri agar tidak cepat menyebar,
  • Menggunakan bahan tanam ubi kayu dari daerah yang sama, untuk mencegah penyebaran bahan tanam yang terinfeksi ke daerah lain,
  • Membiarkan lahan tanpa tanaman/bera selama satu bulan sebelum tanam, terutama pada lahan yang selalu ditanami ubi kayu sepanjang tahun,
  • Menggunakan pupuk kandang atau pupuk lainnya, pupuk mampu mengurangi dampak negatif dari aktivitas P. manihoti karena tingkat kesuburan tanaman meningkat. Penggunaan mulsa dan pupuk juga mampu meningkatkan sifat antibiotik singkong terhadap kutu putih,
  • Menggunakan bibit stek yang sehat dan bebas dari kutu putih,
  • Menanam ubi kayu di awal musim hujan,
  • Merendam stek batang bahan tanam dengan desinfektan (Thiamethoksam 25% WG (4 gm), Thiamethoksam 35% FS (3 ml), Imidacloprid 70% WG (4 gm), Imidacloprid 60% FS (5 ml),
  • Melakukan pengamatan tanaman ubi kayu secara rutin dan melakukan eradikasi/pembakaran pucuk tanaman yang terinfeksi kutu putih,
  • Mengendalikan dengan musuh alami Anagyrus lopesi dan lacewing hijau Chrysoperla rufilabris,
  • Melakukan eradikasi tanaman yang mati, termasuk daun dan batang ubi kayu yang terinfeksi P. manihotidengan cara dibakar,
  • Menanam tanaman jagung, tebu atau tanaman lain setelah tanaman ubi kayu.
 
 
Gambar 7. Anagyrus lopesi, musuh alami kutu putih (Foto : Georgen)
 
 
 
Gambar 8. Lacewing hijau Chrysoperla rufilabris. Insert : telur lacewing
 
Share this article :

1 komentar:


Tepung Mocaf

Tepung singkong yang dimodifikasi sehingga berkualitas tinggi...

Untuk Pembelian Tepung Mocaf Hubungi
YULIANA
0271-825266

 
Dipersembahkan oleh Lembaga Penelitian Universitas Jember
Didukung oleh : Universitas Jember | LPDP | BCM
Copyright © 2015. Tepung MOCAF - All Rights Reserved